Di samping dikenal sebagai hidangan, orang Muslim di berbagai wilayah juga memiliki kebiasaan bernama Lebaran Ketupat. Kebiasaan ini menjadi sebagian dari cara dakwah Islam yang dipraktikan oleh walisongo.
Telah berlalu selama ribuan tahun, Lebaran Ketupat tetap menjadi warisan budaya yang dirayakan tiap tahunnya. Apakah itu? tradisi Lebaran Ketupat Dan apa perbedaannya dengan Idul Fitri? Berikut penjelasannya.
Tradisi Lebaran Ketupat
Lebaran Ketupat atau Lebaran Kupat adalah salah satu metode yang digunakan oleh masyarakat Muslim di berbagai daerah di Indonesia untuk merayakan Idul Fitri dengan lebih meriah. Terutama bagi mereka yang tinggal di bagian pantai utara pulau Jawa.
Lebaran Ketupat dikenal pula sebagai Lebaran kecil. Acara ini biasanya dirayakan pada hari ke-8 bulan Syawal, yaitu satu minggu pasca perayaan Idul Fitri. Ini menandai bahwa ritual tersebut diadakan usai menjalani ibadah puasa di bulan Syawal.
Di saat itu pula, masyarakat Muslim di beberapa daerah, khususnya di wilayah Kudus, Pati, dan Rembang, memberikan ketupat kepada keluarga dan kerabat mereka. Acara ini pun dipandang sebagai peringatan 'hari raya' atau bentuk penghargaan untuk para individu yang telah melaksanakan sunnah puasa pada bulan Syawal.
Beberapa wilayah lain juga menerapkan kebiasaan serupa namun dengan nama yang beragam. Misalkan di Klaten. Mereka menyebut perayaannya sebagai Kenduri Ketupat daripada Lebaran Kupat.
Makna Lebaran Ketupat

Penerapan ketupat dalam merayakan Idul Fitri erat kaitannya dengan makna yang lebih mendalam secara filosofis. Ini tercermin melalui definisi istilah ketupat, proses pembuatannya, serta cara pandang masyarakat terhadap hidangan ini.
Ketupat ini sebenarnya merupakan kependekan dari istilah dalam bahasa Jawa,صند صند ngaku lepat Yang berarti mengaku kekeliruan. Dengan sajian ketupat semakin meriahkan Lebaran dalam rangka saling memaafkan di antara umat Muslim.
Tradisi Lebaran Ketupat tak terlepas pula dari arti menggunakan janur untuk membungkus beras yang dimasak. Janor ini dibuat dari daun kelapa dan dikenal dengan nama singkatanannya. jatining nur yang diartikan hati nurani.
Saat ini, beras mewakili keinginan dunia. Menempatkan beras di dalam sela-sela janur berarti menahan hasrat dan mengendalikannya dengan menggunakan hati nurani.
Ragam bentuk ketupat ternyata mempunyai arti khusus. kiblat papat limo pancer Hal itu mencakup empat arah mata angin serta sebuah kiblat. Dengan demikian, di manapun manusia berada, tidak diperbolehkan meninggalkan kiblat saat shalat.
Perhatikan struktur daunjanur yang berfungsi sebagai bungkusan ketupat itu. Teknikanyaterlihat sulit, hingga sebagian orang merasa kesusahan dalam menghasilkannyadengan baik. Susunan dedaundecocumin susunansedemikiana serta menempel erat satu sama lainmerupakan lambang dari kekompleksanmasyarakattaunyaJawadiwaktuitu.
Janur ketupat yang saling disusun menunjukkan pentingnya setiap orang untuk merawat tali persaudaraan. Hal ini bertujuan supaya ikatan antarpersona tidak terputus, tak peduli latar belakang sosial seseorang.
Sejarah Lebaran Kupat

Secara sebenarnya, ketupat telah dikenali sejak zaman dahulu kala, misalnya selama era Kerajaan Majapahit dan Pajajaran. Masakan ini turut dimasukkan dalam rangkaian sesaji serta ungkapan penghormatan kepada Dewi Sri. Dia dianggap sebagai dewi yang membawa berkah kesuburan dan kelimpahan hasil bumi.
Di samping itu, tradisi Lebaran Ketupat baru bermunculan setelah agama Islam datang ke nusantara. Figur Sunan Kalijaga, yang merupakan salah satu dari tokoh wali songo, lah yang mengenalkan adat istiadat tersebut.
Dalam periode itu, Sunan Kalijaga mencoba mengenalkan Islam kepada komunitas setempat. Sebaliknya dari mendirikan Islam sesuai dengan praktik-praktik Arab, Sunan Kalijaga malah melakukannya secara harmonis dengan unsur-unsur kebudayaan lokal.
Dia mempersembahkan ketupat sebagai ungkapan terima kasih kepada Sang Pencipta daripada beribadah kepadanya Dewi Sri. Sunan Kalijaga pun menyarankan agar warga menyediakan ketupat dalam merayakan Idul Fitri serta Syawalan.
Tradisi Lebaran Ketupat tak terlepas dari pesan dakwah Wali Songo. Diperingati satu minggu setelah hari raya Idul Fitri, saat istimewa ini menjadi kesempatan untuk mempererat tali silaturahmi dengan keluarga dan kerabat. Sangat menyenangkan sekali!
0 Komentar