
cimporong.com , Jakarta - Lembaga Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika ( BMKG ) memprediksi salju di Puncak Jaya , Pegunungan Jayawijawa di Papua diperkirakan hilang pada tahun 2026. Menurut Kepala BMKG Dwikorita Karnawati, kondisi tersebut disebabkan oleh perubahan iklim yang terjadi.
"Dalam riset yang diprakarsai BMKG oleh tim Klimatologi, disebutkan bahwa pada tahun 2026 dikhawatirkan es tersebut telah musnah," ungkap Dwikorta seperti ditulis dalam laporan. Tempo Dari YouTube BMKG, Jumat, 4 April 2025.
Dwikorita menyebutkan bahwa pencairan salju pun berlangsung di Pegunungan Himalaya yang meluas di wilayah Pakistan, Bhutan, India, Nepal, dan China. Himalaya dikenal sebagai tempat tinggal bagi puncak tertinggi global, yakni Gunung Everest.
Menurutnya, kejadian tersebut disebabkan oleh perubahan iklim yang ditimbulkan oleh peningkatan gas rumah kaca akibat penebangan hutan. Dia menyatakan bahwa pembalakan menghasilkan emisi karbon dioksida.
Hutan-hutannya perlahan-lahan berkurang di Papua. Jika huta tersebut mulai berkurang, karbondioksida pun akan meningkat dan ini dapat menyebabkan kenaikan suhu udara permukaan yang signifikan," ungkap Dwikorita.
Menurutnya, pengawasan terhadap keadaan es abadi di Puncak Jaya telah dilaksanakan mulai tahun 2010. Dia menjelaskan bahwa para ahli menempatkan batangan besi berbentuk irisan pipa yang dikaitkan menggunakan talinya dan kemudian diamati secara periodik.
Awal tahun 2010 tebal salju di sana mencapai 32 meter, kemudian turun menjadi hanya 5,6 meter antara November 2015 dan Mei 2016. Mulai dari 2010 sampai dengan 2017, pemantauan secara langsung dilakukan hingga ke puncak Gunung Sudirman.
Tetapi, menurutnya, mulai tahun 2017, pemantauan hanya dapat dilakukan dengan cara pengamatan visual dari udara. Ini disebabkan karena akses menuju Puncak Sudirman telah menjadi mustahil.
BMKG sekali lagi memantau glasier di Puncak Sudirman pada tanggal 11 hingga 15 November 2024. Menurut pernyataannya, area es berkurang menjadi antara 0,11 sampai 0,16 kilometer persegi pada tahun 2024 dari sebelumnya 0,23 kilometer persegi pada tahun 2022.
Sebagai kontributor dalam pencairan gletser permanen di Pegunungan Jayawijaja, Global Forest Watch melaporkan tentang derajat penggundulan hutan di Papua. Di tahun 2001, daerah ini menghuni seluruh area hutan primer seluas 24,5 juta hektar, menyumbang sekitar 78% dari total luasan tanahnya. Tahun 2023 membawa kabar hilangnya 12,9 ribu hektare hutan primer di Papua, setara dengan pelepasan gas rumah kaca senilai 10,8 juta ton karbon dioksida.
Dari tahun 2001 sampai 2023, Papua telah kehilangan 744 ribu hektar hutan. Ini mewakili pengurangan 2,5% dari luas hutan sejak tahun 2000, serta berarti 566 juta ton emisi CO yang dilepaskan.
0 Komentar