
cimporong.com , Palu - Tim SAR mengangkat sebuah mayat korban yang terkubur dibawah sampah pabrik meluber di tempat kerja PT QMB dalam kompleks PT Indonesia Morowali Industrial Park ( IMIP ) di Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah. Insiden tanah longsor terjadi tanggal 22 Maret 2025, mengakibatkan tiga excavator yang ada disana dan ketiganya operatornya menjadi korban tertimbun.
Dengan operasi evakuasi terakhir pada tanggal 3 April 2025, hanya tinggal satu orang yang belum ditemukan. Sebanyak 13 hari telah berlalu sejak kejadian tersebut, namun individu bernama Muhamad Akbar tetap dikategorikan sebagai hilang menurut Kepala Kantor SAR Pencarian dan Pertolongan atau Basarnas Palu M. Rizal dalam laporannya yang diterima di Palu, Kamis.
Dengan ditemukannya jenazah korban kedua bernama Irvan Tandi dari Luwu, Sulawesi Selatan, operasi pencarian dan penyelamatan saat ini sudah dihentikan dan diganti dengan tindakan pengawasan. "Mayat berikutnya akan kita serahkan ke keluarganya agar dapat dikuburkan," ungkap Rizal.
Pada pernyataan dari Bupati Morowali Iksan Baharuddin Abdul Rauf ketika melakukan inspeksi ke tempat longsoran pada hari Minggu, tanggal 30 Maret 2025, disebutkan bahwa bencana tersebut berlangsung pada Jumat malam, 22 Maret 2025. Pekerja kontrak sebanyak empat orang awalnya jadi korban namun hanya satu saja yang berhasil bertahan hidup.
Di luar Irvan Tandi, orang yang ditarik dari lokasi dengan keadaan meninggal dunia sebelumnya adalah Demianus. "Situasi ini merupakan kedaruratan dan memerlukan perhatian seluruh pihak," kata Iksan pada waktu tersebut.
Banjir di IMIP
Longsoran sampah industri ini mengikuti bencana banjir yang melanda area IMIP pada tanggal 17 Maret 2025. Banjir tersebut juga merobohkan sejumlah tiang listrik di Desa Lalampu dan Desa Labota. Karena hal itu, penduduk setempat dipaksa untuk melakukan evakuasi diri dari kedua desa tersebut.
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sulawesi Tengah menyatakan bahwa banjir bukan saja dipicu oleh curah hujan yang ekstrem, tetapi kemungkinan besar disebabkan oleh kegiatan penambangan nikel untuk mendukung IMIP yang telah merusak hutan-hutan tropis di daerah upstream. Walhi khawatir hal ini berulang setelah melihat adanya fenomena serupa dengan banjir hebat dan tanah longsor yang menimpa wilayah tersebut diakhir tahun 2024 lalu.
"Seluruh pihak pemerintahan, meliputi kementerian yang relevan, perlu menerapkan penangguhan serta mengevaluasi semua operasi tambang nikel untuk memastikan bahwa mereka tidak menjadi penyebab utama dari bencana banjir yang telah merugikan warga negara," ungkapnya. Manajer Kampanye Walhi Sulawesi Tengah, Wandi, sebagaimana diutarakannya betahita.id .
0 Komentar