
Kemacetan akibat penutupan barier di persimpangan rel kereta api merupakan suatu tantangan umum di Indonesia. Untuk menyelesaikan persoalan ini, Guru Besar dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Profesor Dr. Ir. Hera Widyastuti M.T., telah meluncurkan Model Antrian di Persimpangan Rel Kereta Api sebagai solusinya.
Guru Besar di departemen Teknik Sipil ITS menyebutkan bahwa penutupan gerbang persimpangan kereta api selama waktu yang cukup lama biasanya mengakibatkan kekhawatiran bagi para pemakaian jalan raya. Terlebih lagi pada persimpangan dengan dua trek yang mana frekuensinya dilewati oleh kereta lebih tinggi daripada persimpangan satu trek saja, sehingga durasi tutupnya juga berlangsung lebih sering.
"Kondisi itu bisa mengakibatkan kemacetan di barisan mobil yang melintas," terang wanita yang lahir tahun 1960 itu, Kamis (20/3).
Berhubungan dengan masalah itu, sang dosen dari Surabaya merancang sebuah model antrian berdasarkan data untuk mengevaluasi pengaruh frekuensi kereta api pada arus lalu lintas di jalanan.
Hera menyatakan bahwa untuk mengukur waktu penutupan palang yang ideal harus memasukkan dua elemen tambahan. "Dua hal ini adalah kelajuan dan jarak antar gerbong dalam sebuah kereta," terangnya.
Berdasarkan pendapat Hera, kecepatan serta panjang dari rangkaian kereta api juga berperan dalam menentukan lama proses penutupan gerbang rel. Semakin tinggi kecepatannya, semakin singkat waktunya untuk menutup pintu tersebut; sebaliknya, jika rangkaian keretanya lebih panjang, hal itu bisa mengakibatkan keterlambatan pada prosedur tutup-pintu ini. Jika palang ditutup ketika antrian belum sepenuhnya masuk atau keluar, kondisi kemacetan di jalan pun menjadi tak terelakkan.
Di samping itu, Hera juga menggabungkan unsur sosial dalam studinya dengan menganalisis ekspektasi pemakai jalan tentang waktu penutupan perlintasan. Berdasarkan temuan penelitian tersebut, Hera menyimpulkan bahwa masa tutup selama 30 detik sebelum dan setelah kereta melewati gerbang perlintasan adalah periode yang paling tepat untuk melakukan penutupan.
"Dengan demikian, masa menunggu yang lalu dapat dipastikan dengan lebih akurat," jelas Co-lead Infrastructure Cluster Australian Indonesian Centre (AIC) untuk tahun 2014 hingga 2018.
Agar mencapai sistem transportasi yang nyaman dan efisien, Hera menggarisbawahi kebutuhan untuk menyempurnakan penggunaan jalur ganda. Dia berpendapat bahwa frekuensi kereta yang melewati jalur tersebut perlu disesuaikan dengan jarak waktunya dengan kereta lain supaya tidak memperparah kemacetan saat palang lintasan turun.
"Menurut hasil studi tersebut, headway yang dianggap baik adalah saat berlangsung selama lebih dari 2,5 menit," jelas Hera.
Selanjutnya, dia menjelaskan bahwa jika interval kereta di lintasan ganda adalah 3 menit, dan terdapat penutupan sekitar 23 detik, maka tidak akan ada kemacetan asalkan jumlah kereta berada di bawah 80% kapasitas jalan.
Sebaliknya, penutupan yang berlangsung selama 152 detik bisa mengakibatkan kemacetan apabila jumlah kendaraannya melampaui 10% dari kapasitas jalan. "Karenanya, setting headway perlu ditingkatkan," tandasnya.
Akhirnya, Kepala Laboratorium Transportasi dan Material Perkerasan di Departemen Teknik Sipil ITS itu menambahkan bahwa hasil penelitian ini turut mendukung tujuan Pembangunan Berkelanjutan Nomor 11 yang berkaitan dengan Kota dan Masyarakat Yang Berkelanjutan. Hera berharap karyanya bisa digunakan oleh pihak pemerintahan sebagai acuan untuk memperbaiki kemampuan jaringan rel antar jurusan kereta api.
"Harapannya melalui penelitian ini juga bisa menurunkan kecelakaan lalu lintas di persimpangan kereta api di Indonesia," tegasnya.
0 Komentar