Menyelami Kehidupan Wali Allah Melalui Lyrik Lagu Populer Wali Songo

Dengan menggunakan lirik lagu yang diciptakan oleh Wali Songo, orang tua dapat dengan mudah mengenalkan para pengembang Islam dan hamba-hamba Allah ini di tanah Jawa kepada anak-anak mereka.

---

cimporong.com hadir di kanal WhatsApp, ikuti dan temukan kabar terkini kita disini

---

cimporong.comOnline.com - Lagu yang dibawakan oleh Grup Wali Songo menjadi fenomena di beragam platform media sosial. Mulai dari YouTube sampai TikTok dan juga mencapai Twitter serta Instagram.

Untuk sebagian orang tua, lagu Wali Sanga membantu mereka dalam mengenalkan para wali Allah kepada anak-anaknya.

Mari kita kenal lebih dekat dengan para wali Allah melalui lirik lagu tentang Wali Sengo. Berikut adalah lirik selengkapnya:

Maulana Malik Ibrahim dari Sunan Gresik

Sunan Ampel Raaaden Rahmat

Sunan Giri Muhammad Ainul Yaqin

Sunan Bonaaang Maulaaana Maqdum

Sunan Drajad Raaaden Qosim

Suuunan Kaliiijoogo Raden Sahid

Sunan Muriiia Raaaden Umar

Sunan Kudus Jaaa'far Shodiq

Syarif Hidayatullah Sunan Gunung Jati

Ya Rasulallah Salamun Alaik

Ya Rafiassyani Waddaroji

Atfatayyajii, Rotal Alaamii

Ya Uhailaljuudi Walkaromii... Walkaromii...

Sunan Gresik Terkenal dengan Kemahirannya dalam Berdagang

Sunan Ampel Filosofi Mah Limone

Sunan Giri Tembang Dolalane

Sunan Bonang Musisi Gamelane

Sunan Drajat Pepali Pitune

Sunan Kalijogo Wayangane

Sunan Muria Ngemu Tradisine

Sunan Kudus Gede Toleransine

Sunan Gunung Jati Politike

Ayo Podo... Eling Saklawase

Ya Rasulallah Salamun Alaik

Ya Rafiassyani Waddaroji

Atfatayyajii Rotal Alaamii

Ya Uhailaljuudi Walkaromii... Walkaromii...

2X

Sejarah pendek tentang Wali Sanga, para hamba Allah yang mempromosikan agama Islam di pulau Jawa.

1. Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatulloh)

Nama sebenarnya dari Sunan Gunung Jati ialah Syarif Hidayatullah. Ia memainkan peran signifikan dalam proses penyebaran agama Islam ke wilayah Jawa Barat, terutamanya di daerah Cirebon. Selanjutnya, ia juga dikenal sebagai pencetus didirikannya dinasti kerajaan Banten, yang kemudiannya dipimpin oleh sang anak laki-lakinya bernama Sultan Maulana Hasanuddin.

Pada tahun 1527, Sunan Gunung Jati melakukan serangan terhadap Sunda Kelapa yang dipimpin oleh Panglima Perang dari Kesultanan Demak, Fatahillah.

Pada masa mudanya, Sunan Gunung Jati melanglang buana menuju Mekkah guna menggali pengetahuan lebih dalam lagi. Ia menjadi murid dari Syekh Tajudin Al-Qurthubi di tempat tersebut. Selanjutnya, ia berpindah ke Mesir dan memperdalam pembelajaran bersama Syekh Muhammad Athaillah Al-Syadzili, seorang ulama yang terkenal dengan pemikiran madzhab Syafi'i-nya. Di Mesir itu pula, Sunan Gunung Jati merintis studinya tentang tasawuf cabang tarekat syadziliyah.

Setelah itu, dia kembali ke tanah airnya dan belajar dari Syekh Maulana Ishak yang berada di Pasai, Aceh. Selanjutnya, ia melanjutkan petualangan menuju Karawang, Kudus, hingga tiba di Pesantren Ampeldента, Surabaya. Tempat tersebut menjadi tempat baginya untuk menggali ilmu lebih lanjut di bawah naungan Sunan Ampel.

Setelah itu, Sunan Gunung Jati diajak untuk menyebarkan ajaran Islam di wilayah Cirebon dan bertindak sebagai pengajar agama. Dia menempati posisi yang sebelumnya dipegang oleh Syekh Datuk Kahfi di Gunung Sembung. Begitu penduduk Cirebon mulai banyak beralih ke agama Islam, Syarif Hidayatullah pun melanjutkan tugas dakwah-nya menuju daerah Banten.

Saat menyebarkan dakwah di Cirebon, Sunan Gunung Jati menikahkan dirinya dengan Nyi Ratu Pakungwati, yaitu anak perempuan dari Pangeran Cakrabuana atau Haji Abdullah Iman, sang pemimpin Cirebon pada masa tersebut. Di tempat ini, dia membangun sebuah asrama untuk para santri dan kemudiannya mulai mengajar tentang Islam kepada masyarakat setempatk.

Para siswa pondok pesantren biasa menyebutnya dengan nama panggilan Maulana Jati atau Syekh Jati. Di samping itu, ia juga dianugerahi gelar Sunan Gunung Jati lantaran mengemban misi dakwah di kawasan perbukitan.

2. Sunan Ampel (Raden Rahmat)

Raden Rahmat adalah nama sebenarnya dari Sunan Ampel. Beliau mulai menyebarkan agamanya dengan mendirikan sebuah pesantren di daerah Ampel Denta, Surabaya. Terkenal sebagai pendiri pondok pesantren pertama di wilayah Jawa Timur. Sunan Ampel juga diketahui menjadi guru bagi beberapa murid terkemuka seperti Sunan Giri, Sunan Bonang, serta Sunan Drajat, yang turut melanjutkan perjuangan dak wah-nya.

Pada suatu hari, Sunan Ampel menerima hibahan lahan dari Prabu Brawijaya di wilayah Ampel Denta. Kemudian ia membangun sebuah mesjid dan tempat tersebut dikawasi oleh Mbah Sholeh, orang yang sangat tersohor karena kesuciannya.

Setelah meninggalnya, Mbah Sholeh dikuburkan di dekat masjid.

Setelah kepergian Mbah Sholeh, Sunan Ampel gagal menemukan seorang penjaga masjid yang seteguh dan rajin seperti dirinya. Karena hal itu, rumah ibadah tersebut menjadi tidak terawat dan berantakan. Kemudian, Sunan Ampel merenungi, "Bila saja Mbah Sholeh masih hidup, tentu masjid ini akan tetap bersih."

Tiba-tiba saja, figur mirip dengan Mbah Sholeh muncul. Ia pun melanjutkan kebiasaan yang selalu dilakukan oleh Mbah Sholeh, tetapi tidak berapa lama kemudian ia meninggal kembali dan dikubur tepat di sebelah pemakaman Mbah Sholeh. Kejadian tersebut terjadi sampai sembilan kali. Menurut cerita, baru setelah Sunan Ampel wafat, Mbah Sholeh benar-benar meninggalkan dunia ini untuk selama-lamanya.

Metode dakwah Sunan Ampel sangat menarik karena menggabungkan unsur-unsur sebelum Islam menjadi satu dalam konteks Islam, termasuk di bidang sosial, budaya, politik, ekonomi, spiritualitas, praktik ibadah, ritus agama, serta pencerminan konsep Sufisme yang berbeda-beda. Hal ini dipaparkan lebih lanjut dalam naskhah "Mazhab Dakwah Wasathiyah Sunan Ampel".

3. Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim)

Sunan Gresik adalah gelar miliknya, sedangkan nama asli beliau ialah Maulana Malik Ibrahim yang dikenal pula dengan sebutan Maulana Maghribi atau Syekh Maghribi. Diyakini bahwa ia berasal dari kawasan Maghribi di Afrika Utara. Akan tetapi, sampai hari ini, masih belum ada kepastian mengenai lokasi dan tahun lahirnya.

Sunan Gresik diduga dilahirkan di pertengahan abad ke-14. Dia mengabdi sebagai guru bagi beberapa Wali Sanga. Asal-usulnya adalah dari sebuah keluarga Muslim yang sangat berkomitmen terhadap imannya. Meskipun dia telah mempelajari agama Islam semenjak masih muda, identitas para pengajarnya tetap tidak jelas sampai akhir hayatnya ketika dirinya sudah dikenal sebagai ulama besar.

Di masa kejayaan abad ke-14, Sunan Gresik dikirimkan untuk mengajarkan agama Islam ke wilayah Asia Tenggara. Ia singgah di Desa Leran, tempat yang kini dikenal sebagai Gresik. Pada waktu tersebut, Gresik masih termasuk dalam cakupan Kerajaan Majapahit. Penduduk setempat mayoritasnya menjalani keyakinan dengan pemujaan terhadap dewata atau Buddha. Ketika tinggal di daerah ini, dia bekerja sebagai seorang pedagang dan juga praktisi pengobatan tradisional. Selagi melaksanakan profesi utamanya, beliau juga aktif memberikan dakwah kepada orang-orang disekitarannya.

Sunan Gresik menyebarkan agama lewat jalur dagang serta melalui pengajaran di pondok pesantren. Awalnya, dia menjual barang-barang di area terbuka yang tak jauh dari dermaga untuk memastikan bahwa orang-orang tidak merasa asing dengan pemikiran baru yang ditawarkannya. Dengan sukses, Sunan Gresik mendapatkan dukungan masyarakat luas, bahkan mencapai hingga ke raja Brawijaya. Karena itu, akhirnya beliau dilantik menjadi Syahbandar, yaitu posisi puncak dalam manajemen pelabuhan tersebut.

Bukan hanya menjadi pedagang handal, Sunan Gresik juga memiliki jiwa sosial yang kuat. Dia bahkan memberikan pelajaran tentang bertani kepada kalangan bawah yang sering diabaikan dalam ajaran Hindu. Melalui pendekatan seperti itu, penerimaan terhadap agama Islam mulai berkembang perlahan-lahan di tengah masyarakat lokal.

4. Sunan Bonang (Raden Makhdum)

Sunan Bonang merupakan salah satu anggota Wali Sanga yang berperan dalam penyebaran ajaran Islam di Pulau Java. Nama sebenarnya adalah Syekh Maulana Makdum Ibrahim, anak dari Sunan Ampel dan Dewi Condrowati (juga dikenal sebagai Nyai Ageng Manila). Akan tetapi, terdapat pula klaim bahwa Dewi Condrowati adalah cucu dari Prabu Kertabumi, sehingga membuat Sunan Bonang menjadi keturunan Kerajaan Majapahit.

Karena itu, sang ibu merupakan cucu dari Raja Majapahit sementara bapaknya menjadi menantunya. Sunan Bonang mempromosikan pemelajaran Islam dengan beradaptasi dengan tradisi budaya Jawa. Sesuai pengetahuan umum, penduduk lokal Jawa amat senang akan pertunjukan wayang serta alat musik gamelan. Karenanya pula, Sunan Bonang merancangkan lagu-lagu khas yang membawa makna religius Islami.

Tiap bait dari lagunya diparut dengan pengucapan dua kali kalimat shahadat, hingga alunan musik gamelan yang mendampinginya sekarang dikenali sebagai sekaten. Saudara-saudari bisa mengeksplorasi kehidupan Sunan Bonang dan ajaran rohaninya lewat buku berjudul "Sunan Bonang: Kisah Kehidupan, Sejarah Keramat dan Ajaran Rohani" karangan Asti Musman di bawah ini.

5. Cerita tentang Wali Sanga Sunan Giri (Raden Paku)

Sunan Giri dikenal juga dengan nama aslinya yaitu Raden Paku. Dia adalah anak dari Maulana Ishak. Pada suatu waktu, dia diminta oleh Sunan Ampel untuk mempromosikan pengajaran Islam ke wilayah Blambangan. Selama hayatnya, hal ini menjadi salah satu kontribusi penting yang dilakukan.

Sunan Giri sempat menuntut ilmu di pondok pesantren Ampel Denta dan melaksanakan ibadah haji bersama Sunan Bonang. Setelah kembali dari hajinya, dia mampir ke Pasai guna meningkatkan pengetahuannya tentang agama. Di sana, Sunan Giri mendirikan sebuah lembaga pendidikan Islam di wilayah Giri. Selanjutnya, dirinyalah yang mengirim para dai menuju beragam tempat di Nusantara.

Sunan Giri terkenal pula sebagai pakar administrasi negeri. Apakah ada cerita menarik tentang kehidupannya? Temukan jawabannya dalam buku berjudul Sunan Giri: Sang Ahli Tata Negara yang tersedia eksklusif di Gramedia.

6. Cerita tentang Wali Sanga Sunan Drajat (Raden Qasim)

Sunan Drajat (Raden Qasim) adalah anak dari Sunan Ampel. Dia dipandang sebagai walinya dengan semangat sosial yang kuat. Beliau sering membantu janda-janda, anak-anak tanpa orangtua, kelompok kurang mampu, serta mereka yang sedang dalam kondisi sakit. Perhatiannya pada persoalan-persoalan sosial sungguh mendalam. Sunan Drajat mempromosikan agama Islam ke wilayah Lamongan, Jawa Timur.

Sunan Drajat adalah salah satu anggota Wali Sanga dengan berbagai nama seperti Sunan Mahmud, Sunan Mayang Madu, Sunan Muryapada, Raden Imam, serta Maulana Hasyim. Tahun 1484, dia mendapat gelar Sunan Mayang Madu dari Raden Patah di Kerajaan Demak. Telusuri perjalanan hidupnya dalam buku bernama "Sunan Drajat: Bergerilya untuk Menyebarkan Agama".

Saat Sunan Drajat tiba di Desa Banjaranyar, Paciran, Lamongan, dia menuju daerah pantai kering dari Lamongan yang dikenal sebagai Desa Jelak. Penduduk setempat pada masa itu masih mengecap diri mereka dalam keyakinan Hindu dan Buddha. Di lokasi ini, Sunan Drajat merancang sebuah masjid guna ibadah serta menyampaikan pengajaran tentang Islam kepada warga lokal.

Di samping itu, Sunan Drajat turut mendirikan wilayah baru di tengah rimba lebat. Wilayah ini kemudian bertransformasi menjadi area yang maju, produktif, dan sejahtera. Nama dari tempat tersebut adalah Drajat, karenanya dia menerima predikat Sunan Drajat.

7. Cerita tentang Wali Sanga Sunan Muria (Raden Umar Said)

Sunan Muria adalah salah satu dari Wali Sanga yang memainkan peranan penting dalam proses penyebaran Islam di kepulauan Nusantara, khususnya di area desa-desa. Dia senang berteman dan bersosialisasi dengan orang-orang biasa. Sikap ini membantu penduduk setempat lebih cepat mengadopsi pengajaran yang ia sampaikan.

Mengingat kembali tentang interaksi Sunan Muria dengan penduduk setempat disebut sebagai "topo ngeli". Ini merujuk pada proses menyatu dan hidup bersama dengan rakyat jelata. Metode dakwah yang digunakan oleh Sunan Muria mencapai sampai ke daerah Gunung Muria menggunakan cara ini.

Sunan Muria bermula dari istilah Gunung Muria di mana dia menyebarkan dakwahnya, membangun masjid dan pondok pesantren, serta nanti menjadi lokasi pemakamatannya. Untuk mengetahui lebih lanjut tentang kehidupan beliau dengan detail yang komprehensif, bacalah buku Sunan Muria: Pendakwah Dari Gunung Muria.

Di samping itu, dia juga menyebarkan agama menggunakan bentuk seni seperti gamelan, wayang, serta tembang Jawa. Pengajaran Sunan Muria mencakup penerimaan akan kebenaran dan ketekunan dalam menjalankan perintah Allah SWT, praktik wirid, sikap sederhana, keramahan, serta metode penyampaian pesan dengan bijaksana untuk menyesuaikan diri dengan budaya masyarakat setempat.

Berkat penyiarannya, sejumlah karya seni warisan Sunan Muria tetap dapat ditelaah sampai hari ini. Diantara mereka adalah tembang Kinanthi dan Sinom. Tembang Kinanthi populer lantaran menggambarkan nasihat serta kebaikan orangtua terhadap putranya.

8. Cerita tentang Wali Sanga yaitu Sunan Kudus (Jafar Shadiq)

Sunan Kudus (Jafar Sadiq) mendapat julukan dari para wali sebagai Wali Al-ilmi, yang bermakna seseorang terpelajar dan bijaksana. Dia ahli dalam hal agama dan bertugas mengurus urusan pemerintahan di wilayah Kudus. Sunan Kudus termasuk dalam kelompok Wali Sampoerna yang tersebar di pulau Jawa, lebih spesifik lagi di bagian tengah Pulau Jawa, guna menyebarkan ajaran Islam.

Ini terjadi karena ia menjadi komandan dan penguasa perang meneruskan sang bapak, sosok yang bisa Gredms kenali lebih lanjut di biografinya dalam buku Sunan Kudus: Sang Panglima Perang.

Sunan Kudus adalah anak dari Raden Usman Haji yang dikenal sebagai Sunan Ngudung di wilayah Jipang Panolan, sekitar Blora. Di samping menerima pendidikan agama dari sang bapak, Sunan Kudus pun mengenyam ilmu lainnya dari berbagai ulama ternama, termasuk Kiai Telingsing, Ki Ageng Ngerang serta Sunan Ampel.

Setelah memperoleh pengetahuan keagamaan dari Kyai Telingsing, Sunan Kudus mendapatkan sikap tekun serta disiplin dalam mencapai tujuan hidupnya. Kemudian, ia melanjutkan perjalanannya dengan belajar pada Sunan Ampel di Surabaya untuk jangka waktu tertentu.

Upaya Sunan Kudus untuk mengembangkan agama Islam sebenarnya mirip dengan para wali yang lain. Dia selalu menggunakan pendekatan bijak. Melalui strategi tersebut, orang-orang bisa diarahkan untuk menerima agama Islam.

Pada masa tersebut, penduduk di Kudus masih mayoritas kurang beragama. Tidaklah gampang bagi mereka diajak masuk Islam. Terlebih lagi bagi sebagian orang yang tetap setia pada keyakinan asli serta budaya tradisionalnya; angkanya cukup besar. Dalam lingkungan sosial semacam ini lah Sunan Kudus perlu bersusah payah mendirikan agamanya.

9. Cerita tentang Wali Sanga Sunan Kalijaga (Raden Sahid)

Sunan Kalijaga (Raden Sahid) adalah putra dari pangeran Tuban, Tumenggung Wilatikta. Dia terkenal sebagai seorang budayawan serta ahli dalam berbagai bentuk seni seperti musik, ukiran, dan fashion. Selain itu, ia juga meracik beragam narasi wayang dengan nuansa Islam.

Telusuri kehidupan Sunan Kalijaga dalam buku berjudul "Sunan Kalijaga Guru Suci Orang Jawa" yang menunjukkan bagaimana ia berhasil mengubah nasib kelabakan serta melampaui hambatan-hambatannya.

Dalam menyebarkan agama Islam, Sunan Kalijaga memperkenalkan jenis wayang yang dibuat dari kulit hewan kambing dan umumnya disebut wayang kulit. Pada zamannya, wayang lebih sering digambar di atas sejenis kertas atau yang dikenali sebagai wayang beber. Di bidang musik pula, beliau meramu lagu bernama Dandanggula.

Sebelum mengabdikan diri sebagai seorang ulama, Sunan Kalijaga diketahui memiliki latar belakang yang kontroversial; dia disebut-sebut pernah bekerja sebagai pencuri atau penjahat jalanan. Ada pula cerita bahwa ia bahkan sempat mencopoti milik Sunan Bonang. Kejadian itu dipercaya menimpa Sunan Kalijaga ketika usianya masih muda dan labil. Selain itu, Sunan Kalijaga ternyata cukup sering melibatkan dirinya dalam perilaku kekerasan.

Tindakan perampokan yang dilakukan oleh Sunan Kalijaga ternyata telah mengetahui Bapaknya. Maka itu, Tumenggung Wilantika menjadi sangat murka, berkecil hati, serta merasa nama baik keluarganya rusak akibat tingkah laku putranya tersebut. Akhirnya ia menyuruh Sunan Kalijaga meninggalkan tempat hunian mereka. Namun kenyataannya, apa yang dijalankan Sunan Kalijaga ialah pembukaan gudang kadipaten guna mendistribusikan persediaan pangan ke tangan para individu yang sedang dalam kesulitan hidup.

Karena pada masa tersebut penduduk Tuban menghadapi keadaan yang sungguh menyedihkan akibat beban upeti serta terjadinya musim kemarau yang panjang. Meskipun telah dikeluarkan dari Tuban, Sunan Kalijaga tetap melanjutkan tindakan perampokannya. Dia malahan mencuri harta orang-orang kaya di kadipaten Tuban. Ayahnya pun pasti menjadi semakin murka mendengar kabar itu. Sekali lagi Sunan Kalijaga harus meninggalkan daerah tersebut dan kali ini dia diminta untuk keluar sepenuhnya dari wilayah kadipaten Tuban.

Setelah meninggalkan wilayah Tuban, Sunan Kalijaga tetap melanjutkan kegiatan rampasannya. Ia bahkan berani menuntut harta milik seorang lansia. Pada suatu hari, saat berada di hutan Jatiwangi, dia bertemu dengan sosok lanjut usia ini ternyata adalah Sunan Bonang. Raden Syahid atau dikenal pula sebagai Sunan Kalijaga tak kenal dengan lelaki tua itu. Namun karena hatinya belum sepenuhnya bersih, ia merencanakan untuk mencuri daripadanya.

Ternyata, Sunan Kalijaga sukses mengalahkan Sunan Bonang. Lalu, dia memintanya menyerahkan perlengkapan yang dibawanya. Namun, tidak terduga, Sunan Bonang menentang tuntutannya tersebut. Selanjutnya, Sunan Kalijaga memberi klarifikasi bahwa tujuannya merampok adalah demi membantu kaum fakir miskin.

Pada narasi yang berbeda, Sunan Kalijaga bersikap penitensial setelah mendapat teguran dari Sunan Bonang serta menyaksikan kekuatan magisnya; yakni dengan merubah hasil kelapaaren menjadi logam mulia. Kehadiran Sunan Bonang ini membawa perubahan pada hidup Sunan Kalijaga sehingga ia segera minta untuk diizinkan berguru padanya. Tentunya, Sunan Bonang pun tak segan-segan menerima permintaan itu.

Namun, Sunan Bonang memberikan sebuah ketentuan bahwa Sunan Kalijaga harus bertapa di tepian sungai hingga Sunan Bonang pulang lagi. Syarat itu gotong royong diterima oleh Sunan Kalijaga. Menurut legenda, baru setelah tiga tahun lamanya Sunan Bonang kemudian kembali ke lokasi sembahyang yang sama. Dia pun terkejut melihat tanaman rumput telah merimbuni tubuh Sunan Kalijaga.

Mengamatkan keyakinannya yang teguh, Sunan Bonang merasa terkesima. Dari insiden tersebutlah akhirnya Raden Syahid dinamai "Sunan Kalijaga". Ini berarti pengawal sungai. Tambahan pula, Sunan Kalijaga bisa juga dipahami sebagai seseorang yang selalu memelihara setiap arus atau kepercayaan yang diyakini oleh rakyat. Sunan Kalijaga menjadi satu-satunya Wali yang mengerti dan mempelajari semua gerakan, aliran, atau agama yang ada dalam masyarakat.

Di samping itu, Sunan Kalijaga punya metode khusus dalam mendistribusi ajaran Islam ke Pulau Jawa. Dia sukses mengekspos keyakinan Islam dengan mencampurkannya bersama-sama dengan unsur budaya lokal Jawa seperti wayang. Tidak hanya itu, ia juga membuat lagu tradisional Jawa bernama Ilir-Ilir yang masih populer hingga sekarang.

Demikianlah, ternyata kita dapat dengan lebih mudah mendidik para pembaur Islam yang dipimpin oleh Wali Sanga di Pulau Jawa melalui tembang dan lagu, khususnya menggunakan lirik dari lagu-lagu Wali Songo.

0 Komentar