
Komisi Pemberantasan Korupsi melancarkan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap beberapa petinggi pemerintahan di Kabupaten Ogan Komering Ulu, Provinsi Sumatera Selatan. Penangkapan diam-diam tersebut berkaitan dengan tuduhan penyuapan yang berhubungan dengan tender proyek-proyek di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat OKU.
Pada perkara tersebut, terdapat tiga anggota DPRD OKU yang sudah dijadikan tersangka. Mereka dicurigai meminta komisi sebanyak 20% dari nilai proyek kepada Dinas PUPR OKU. Pengiriman uang tersebut diketahui berlangsung tak lama sebelum peringatan hari raya Idul Fitri.
Juru bicara KPK, Budi Prasetyo, menganggap situasi itu sangat Ironis. Pasalnya, KPK sudah menerbitkan Surat Edaran No. 7 Tahun 2015 yang bertujuan untuk melarang pegawai pemerintah menerima gratifikasi pada saat peringatan hari raya.
"Ini menjadi sangat ironic ketika satu hari sebelumnya KPK telah mengeluarkan surat edaran tentang langkah-langkah pencegahan dan kontrol atas gratifikasi terkait dengan hari raya," jelas Budi dalam pernyataan resminya.
Menurut Budi, dalam surat edaran tersebut diingatkan kembali bahwa penyelenggara negara, pegawai negeri sipil, pengusaha, organisasi profesi, serta pihak masyarakat lainnya harus menghindari pemberian atau pun penerimaan gratifikasi.
"Sebab bisa menimbulkan konflik kepentingan, pelanggaran aturan dan kode etika, serta kemungkinan terjadi tindakan kriminal penyuapan," jelasnya.
OKU Termasuk Dalam Zona Tinggi Penyuatan Corruption
Sebaliknya, Budi menyatakan bahwa Skor Survei Penilaian Integritas (SPI) di Kabupaten OKU tetap berada dalam zona merah atau rawan. Pencapaian Kabupaten OKU tahun lalu hanyalah sebesar 63,11.
SPI menggunakan angka antara 0 sampai dengan 100. Skor yang lebih tinggi mencerminkan penilaian yang lebih baik.
Dua aspek internal dalam evaluasi di Kabupaten OKU yang mencetak nilai rendah adalah manajemen sumber daya manusia dan proses pengadaan barang serta jasa.
Budi menyebutkan bahwa KPK sudah memberikan bimbingan untuk meningkatkan sistem pengelolaan pemerintahan di Pemkab OKU dengan menggunakan alat bernama Monitoring Center for Prevention (MCP).
Berdasarkan catatannya, nilai MCP OKU mencapai 82. Di antara delapan bidang utama yang ditinjau, dua sektor dengan hasil terendah adalah manajemen Barang Milik Daerah (BMD) serta perencanaan anggaran.
"Penangkapan langsung di OKU pun dikonfirmasikan oleh nilai MCP ini. Apabila diperhatikan secara mendalam, dalam aspek alokasi anggaran, indikator terendah berada pada penyusunan APBD, dengan skor 9, menggunakan skala 1 sampai 100," jelas Budi.
Hasil yang ditemukan oleh KPK ketika melakukan OTT ternyata modus suap ini dimulai sejak tahapan awal penyusunan RAPBD untuk tahun 2025.
Oleh karena itu, KPK menginginkan OKU untuk melanjutkan penanganan kerentanan korupsi yang sudah ditandai. Hal ini bertujuan supaya tindakan salah guna tidak kembali terjadi di tempat tersebut.
"KPK pun menyarankan agar masyarakat yang menggunakan layanan publik turut serta dalam pemantauan dan pengawasan terhadap pelaksanaan pemerintahan serta kemajuan pembangunan di wilayahnya," jelas Budi.
Dugaan Penyuapan dalam Proyek Kementerian PU PR OKU

Insiden tersebut terkuak ketika KPK melaksanakan operasi tangkap tangan di OKU pada hari Sabtu (15/3) lalu. Berdasarkan hasil pemeriksaannya, enam individu telah disebutkan sebagai tersangka dalam kasus ini.
Keenam tersangka itu, yakni:
-
Ferlan Juliansyah sebagai anggota Komisi III DPRD OKU;
-
M. Fahrudin sebagai ketua komite III dewan perwakilan rakyat daerah oku;
-
Umi Hartati sebagai Ketua Komisi II DPRD OKU;
-
Kepala Dinas PUPR Kabupaten OKU Nopriansyah;
-
M. Fauzi yang juga dikenal sebagai Pablo mewakili sektor swasta;
-
Ahmad Sugeng Santoso sebagai perwakilan dari sektor swasta.
Insiden tersebut dimulai ketika DPRD OKU sedang mengkaji R-APBD untuk Tahun Anggaran 2025 di kisaran bulan Januari tahun itu sendiri.
Untuk dapat mensahkan R-APBD tersebut, sejumlah wakil dari DPRD bertemu dengan petinggi Pemda OKU guna mengajukan permohonan terkait Pokir utama.
Oleh karena terbatasnya dana, alokasi anggarannya dikurangi menjadi sebesar Rp 35 miliar. Walau bagaimanapun, tentang hal ini untuk fee -Tetap berada di angka 20 persen atau kisaran Rp 7 miliar.
Karena kesepakatan fee Demikian, DPRD meningkatkan anggaran APBD OKU tahun 2025 sebesar Rp 48 miliar hingga mencapai total Rp 96 miliar.
Berdasarkan tindakannya, Kadis PUPR serta para anggota DPRD OKU yang bertindak sebagai penerima suap dapat dipidanakan sesuai dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 12 huruf f dari UU Tipikor bersama-sama dengan pasal 55 ayat 1 ke-1 dalam KUHP.
Sementara itu, pihak swasta yang memberikan suap akan dikenakan pasal 5 ayat 1 butir a atau Pasal 5 ayat 1 butir b dari Undang-Undang tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) bersama-sama dengan Pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab HukumPidana Indonesia (KUHP).
0 Komentar