Bagaimana Islam Datang ke Indonesia: Apakah Melalui Arab, Gujarat, Persia, atau Cina?

Sebenarnya, bagaimana Islam memasuki Indonesia? Apakah melalui Gujarat, Mekkah, Persia, atau Cina? Manakah teori yang harus kita pertimbangkan sebagai penjelasannya?

Laksamana.idOnline.com - Beberapa orang mengatakan bahwa agama Islam diperkenalkan dan berkembang di Indonesia oleh para pedagang asal Gujarat, India. Namun, ada pula yang berpendapat bahwa hal itu berasal dari Persia atau bahkan Jazirah Arab secara langsung.

Sejujurnya, darimana asal masukannya Islam di Indonesia?

Sering kali menjadi bahan diskusi di kalangan ahli sejarah tentang waktu kedatangan Islam ke Nusantara. Beberapa ahli sejarah percaya bahwa Islam tiba di Indonesia melalui perdagangan dan aktivitas para pedagang. Sementara itu, ada pula yang berpendapat bahwa penyebarannya terjadi karena adanya kontribusi dari para ulama atau pemuka agama.

Berdasarkan berbagai pandangan yang ada, terdapat lima teori tentang kedatangan agama Islam ke Nusantara yang dikenal, yakni:

1. Teori Makkah/Arab

Pada sebuah seminar tentang penetrasi Islam ke Nusantara yang dilaksanakan di Medan tahun 1963, Buya Hamka menyampaikan informasi penting yang dia ambil dari catatan-catatan sejarah Tiongkok dinasti Tang. Menurut laporan tersebut, Islam mulai dikenalkan ke kepulauan Nusantara pada masa Abad ke-7 Masehi.

Berita tentang dinasti Tiongkok menyebutkan penemuan pemukiman para pedagang Muslim Arab di pesisir barat Sumatera. Dari informasi ini, kita bisa mengambil kesimpulan bahwa agama Islam telah mencapai nusantara melalui jalan perdagangan yang dilakukan oleh para pedagang dari Arabia (Mekkah).

Di sisi lain, eksistensi Kesultanan Samudera Pasai tidak menunjukkan hanya kedatangan agama Islam ke Nusantara, tetapi juga merupakan bentuk pengembangan agama tersebut di wilayah Sumatera.

Para pendukung teori tersebut meliputi Van Leur, H. Johns, T.W Arnold, Naquib Al Attas, Keyzer, M. Yunus Jamil, Crawfurd sampai dengan Buya Hamka.

Menurut Arnold, banyak pedagang Arab memegang kendali utama dalam aktivitas dagang di kawasan Coromandel sampai Malabar. Fenomena ini terjadi antara abad ketujuh hingga kedelapan Masehi, saat para pedagang Arab yang menguasai area dari Coromandel hingga Malabar kemudian bermigrasi ke Indonesia dan membantu penyebaran agama Islam di sana.

Crawfurd juga menyampaikan pendapatnya tentang teori Arab dan pada akhirnya dia menjadi penyokong dari teori itu. Menurut Crawfurd, dia menilai bahwa ada hubungan antara Islam dengan kemajuan di Indonesia maupun di Arab.

Crawfurd berpendapat bahwa Islam di Indonesia mirip dalam mazhabnya dengan mazhab yang dianut di Mekah dan Mesir, yakni Mazhab Syafi'i. Pandangan Crawfurd tentang hal ini sesuai dengan pemikiran Buya Hamka terkait Teori Mekah.

Kernan inti dari teori Mekah ialah bahwa penyebaran agama Islam di nusantara terjadi secara langsung dari Mekah atau Arab. Teori tersebut turut menyangkal atau memperbaiki pandangan yang menyatakan jika penetrasi Islam ke Indonesia berasal dari Gujarat.

Menurut teori Mekah, agama Islam mulai tersebar di Indonesia pada awal masa Hijriyah, yaitu sekitar abad ketujuh Masehi. Pandangan ini dikemukakan oleh Buya Hamka saat memberikan pidato dalam peringatan hari jadi Perguruan Tinggi Islam Negeri atau PTIN di Daerah Istimewa Yogyakarta.

Buya Hamka menentang semua argumen para ahli barat yang berpendapat bahwa agama Islam masuk ke Indonesia bukan secara langsung dari Arab, tetapi justru berasal dari Gujarat atau Persia. Lebih lanjut, Buya Hamka juga memaparkan bukti yang digunakan dalam mendukung teorinya tentang asal-usul Mekah tersebut. Ia menggunakan sumber-sumber baik lokal di Indonesia maupun dari wilayah Arab sebagai referensinya.

Berdasarkan pendapat Buya Hamka, Islam masuk ke Indonesia pertamakali bukan didorong oleh motif ekonomi para pedagang Arab, melainkan dengan tujuan utama menyebarluaskan agama baru tersebut. Dalam pandangannya, hubungan dagang antara Indonesia dan wilayah Arab sudah terjalin cukup lama bahkan sebelum era Masehi dimulai.

Satu fondasi utama dari teori ini adalah adanya permukiman di wilayah Barat Sumatera ketika itu, dan Khalifah Umar bin Khatab berniat untuk menyebarluaskan agama Islam ke Timur Tengah. Setelah itu, Khalifah Umar memutuskan untuk mengirim perwakilan ke Cina melalui rute lautan; namun sebelum sampai tujuan, mereka mendarat lebih dulu di Indonesia. Akibat laluan laut tersebut, para duta besar kemudian mendirikan pemukiman di daerah Barat Sumatera selama masa pemerintahan dinasti Umayyah.

Pendekatan teoritis kedua berlandaskan pada mazhab Syafi'i yang diamalkan oleh Kerajaan Samudera Pasai, yakni aliran kepercayaan serupa yang juga digunakan di wilayah Arabia dan sekarang menjadi praktik umum dalam kalangan komunitas Muslim Nusantara. Sementara itu, landasan konseptual ketiganya terkait dengan penggunaan gelar bagi sang Raja di Samudera Pasai, yang secara tak lain tidak jauh mirip dengan istilah resmi untuk para Monarki di tanah suci tersebut; Al Malik, sebuah titel asli dari negeri Firaun.

2. Teori Gujarat

Sejarawan asal Belanda, Snouck Hurgronje, menyatakan hipotesis bahwa Islam datang ke Nusantara lewat Gujarat. Ia meyakini tidak mungkin untuk Islam tiba di Nusantara secara langsung dari Arab tanpa adanya bimbingan ilmu tasawuf yang sudah maju di India ataupun Gujarat sebagai jalan tengahnya.

Berdasarkan Teori Gujarati, daerah pertama di Indonesia yang mempelajari agama Islam adalah Kesultanan Samudera Pasai pada abad ke-13 Masehi.

Gujarat berada di wilayah barat daya India (kini merupakan sebuah negeri di sana) dan bersisian dengan Samudera Hindia. Sebab itu pula istilah tersebut disebut "teori Gujarat" lantaran agama Islam diperkenalkan ke daerah lain melalui para pedagang asli Gujarat, India.

Teori ini diperkenalkan untuk pertama kalinya oleh J. Pijnapel, seorang ilmuwan dari Universitas Leiden, di masa Abad Pertengahan. Dia menyatakan bahwa pada permulaan era Hijriyah, tepatnya di abad ketujuh Masehi, terdapat jumlah besar penduduk Arab yang bermukim atau bersarang di daerah Gujarat dan Malabar.

Walau masyarakat Arab tersebut tinggal di Gujarat, namun mereka tidak lah menjadi golongan yang memperkenalkan ataupun mendistribusikanajaran agama serta budaya Islam ke Indonesia. Rute laut yang digunakan oleh mereka menuju Indonesia merupakan Selat Malaka.

Menurut dia, orang-orang Gujarati asli yang telah mengadopsi Islam lah yang pertama kali menyebarkan agama tersebut di Indonesia. Mereka kemudian menjalankan perdagangan mereka ke wilayah timur, mencakup nusantara kita ini. Kedatangan pedagang-pedagang dari Gujarat beserta dengan penyebaran agama serta budaya Islam diyakini terjadi pada sekitar awalabad ke-13 Maseki.

Banyak pedagang dari Gujarat memilih untuk tinggal di Indonesia sambil menanti arah angin monsun. Selama periode kediaman ini, mereka mulai berinteraksi secara sosial dengan masyarakat setempat maupun pedagang lokal lainnya. Melalui proses itu, terjadilah penggabungan budaya yang utamanya melewati jalan pernikahan. Lewat ikatan pernikahan ini, pemajuan ajaran agama serta warisan Kebudayaan Islam pun merambah ke dalam struktur keluarga.

Dengan bertambahnya jumlah pedagang yang menikahi warga setempat, proses penyebaran agama dan budaya Islam menjadi lebih pesat. Begitu banyak masyarakat telah mengadopsi agama Islam sehingga timbulah permukiman khusus untuk para pedagang Muslim yang berada di wilayah pantai.

Tidak hanya permukiman biasa yang terbentuk, para pedagang dari Gujarat juga membangun sebuah Kesultanan Samudera Pasai. Kesultanan ini merupakan kerajaan Islam pertama di wilayah Nusantara (Indonesia), tepatnya terletak di daerah Aceh.

Sejak kehadiran kerajaan Islam yang pertama muncul, pembentukan kerajaan-kerajaan Muslim lainnya berkembang pesat, menyebabkan penyebaran agama ini meluas dengan cepat pula. Tidak berhenti sampai disitu, pengaruh kerajaan Islam merambah hingga ke beberapa wilayah di nusantara termasuk Pulau Jawa selain dari Aceh.

3. Teori Persia

Menurut pemahaman milik Hoesein Djajadiningrat, Abubakar Atjeh sependapat bahwa Islam di Nusantara mungkin datangnya dari Persia dan cenderung ke arah faksi Syiah. Argumen ini dibentuk atas dasar metode membaca atau menyebut huruf-huruf dalam al-Quran, khususnya di wilayah Jawa Barat seperti berikut:

- Di Arab diucapkan sebagai fat-hah - Sementara itu, Persia mengenalinya sebagai jabar

- Kasrah - Je-er

- Dhammah - Py-es

Teori tersebut dianggap kurang kuat karena tidak seluruh pengguna sistem membaca Al-Quran di Persia mengikuti Mazhab Syiah. Sebagai contoh, sebagian besar penduduk dari Baghdad, pusat kekuasaan Khilafah Abbasiyah, pada umumnya adalah pemeluk Ahlussunnah wal Jama'ah.

Lebih rinci lagi, meskipun metode pengucapan dan pembacaan huruf Al-Qur'an di Jawa Barat sama seperti yang lainnya, penduduk Muslim di wilayah tersebut tidak termasuk kelompok Syiah. Sebagian besar umat Islam di Jawa Barat mengikuti mazhab Syafi'i.

Umar Amir Husen serta Hoesein Djajadiningrat berperan sebagai tokoh utama dalam mendukung teori ini, mengemukakan bahwa agama Islam yang datang ke tanah air kita pada masa 700-an Masehi merupakan hasil pengaruh dari penganut Syiah, berasal dari Persia.

Teori ini mendapatkan dukungan dari pandangan bahwa pedagang dan ulama Persia tiba melalui rute laut. Bukti seperti pengaruh budaya Persia pada tradisi Tabut di Sumatera Barat, seni kaligrafi, arsitektur, dan musik, ditambah dengan adanya komunitas Syiah di Indonesia, semakin memperkuat argumen tersebut.

Bukti tambahan untuk teori tersebut berasal dari adanya keserupaan antara sejumlah ritual agama atau kepercayaan yang ada di berbagai wilayah Indonesia, contohnya festival Tabot di Bengkulu, dengan tradisi-tradisi kuno milik Iran.

Pandangan kritis tentang teori tersebut menyatakan bahwa tak ada bukti konkret yang memperlihatkan Islam tiba di Indonesia secara awalnya lewat jalur Persia. Selain itu, pandangan ini cenderung meremehkan peran para pedagang dan ulama dari daerah-daerah lain seperti Arab dan India dalam proses penyebarannya.

4. Teori Cina

Berbeda dengan teori sebelumnya, ada pandangan lain tentang penyebaran agama Islam di Nusantara yang dikemukakan oleh sejarawan asal Indonesia bernama Slamet Muljana. Menurut beliau, Sultan Demak berasal dari keturunan Tiongkok.

Dia pun menarik kesimpulan bahwa para Wali Sanga berasal dari darah Cina. Argumen ini didasarkan pada Kronik Klenteng Sam Po Kong.

Menurut dia, Soeltan Demak Panembahan Fatah menurut Kronik Klenteng Sam Po Kong disebut juga dengan nama Panembahan Jin Bun, yaitu namanya versi Tionghoa. Sedangkan Arya Damar saat menjadi guru bagi Panembahan Fim Sun ketika berada di Palembang memiliki nama Tionghoa lain, yakni Swan Liong.

Sultan Trenggana juga dikenal sebagai Tung Ka Lo menurut catatan Cina. Berdasarkan budaya Cina, ketika mereka mencatat nama tempat di negara lain, mereka cenderung mengubahnya agar terdengar lebih Cina. Kemungkinan besar semua nama raja-raja dan kerajaan Hindu Majapahit yang ada pun telah di-Cina-kan dalam naskah klenteng Sam Po Kong Semarang.

Teori ini dikemukakan oleh Slamet Mulyana dan Sumanto Al Qurtuby, mengatakan bahwa agama Islam telah mencapai Indonesia melalui para pelaut Muslim Tiongkok yang berkunjung ke wilayah Nusantara. Salah satu tokoh terkemuka adalah Laksamana Cheng Ho, seorang umat Islam asli dari China, yang mengeksplorasi daerah-daerah tersebut dan membentuk komunitas Muslim di beberapa lokasi termasuk Semarang.

Peranan para pedagang Muslim Tionghoa sangat signifikan dalam penyebaran agama Islam di wilayah pantai utara Jawa pada masa itu, tepatnya abad ke-7 Masehi. Dampak dari budaya Tiongkok terhadap adat istiadat dan ritual umat Islam di tanah air kita, bersama dengan dokumen-dokumen bersejarah yang mengenalkan posisi penting para pedagang tersebut, turut memperkuat dugaan akan hal ini.

Kritik terhadap pandangan China didasarkan pada temuan archeologi yang membuktikan bahwa ada lebih banyak komunitas Muslim Tiongkok di Nusantara yang berkembang setelah Islam menjadi agama dominan di daerah itu. Pandangan ini umumnya tidak memperhatikan bukti-bukti tentang kedatangan awal Islam baik lewat rute pesisir maupun daratan lainnya.

5. Teori Maritim

NA. Baloch, seorang sejarawan asal Pakistan, melihat bahwa kedatangan dan penyebaran agama Islam di Nusantara disebabkan oleh keberadaan pedagang Muslim yang sangat aktif dalam menguasai perdagangan laut dan pasarnya.

Pada saat melakukan perdagangan itu pula, agama Islam dimulakan untuk dikenalkan di seluruh jalur laut dagang lewat tepi pantai-tempat berlaburnya pada masa awal Hijriyah atau abad ke-7 Masehi.

Oleh karena itu, NA. Baloch percaya bahwa agama Islam diperkenalkan di pesisir Indonesia sampai utara Tiongkok melalui perdagangan dengan orang-orang Arab.

NA Baloch dalam Kedatangan Islam di Indonesia Beranggapan bahwa agama Islam masuk ke nusantara pada masa abad pertama Hijriyah atau tujuh Masehi. Proses penyebaran dan pengajaran tentang Islam dalam tahap penyiaran ini terjadi sepanjang lima abad, yaitu mulai dari abad pertama hingga kelima Hijriyah atau ketujuh sampai keduabelas Masihi.

Demikianlah, sebagian orang mengatakan bahwa agama Islam diperkenalkan dan berkembangan di Indonesia melalui perdagangan oleh pedagang asli Gujarat, India. Namun, ada pula pendapat lain yang menyebutkan sumbernya berasal dari Persia atau bahkan Jazirah Arab secara langsung. Mengenai bagaimana awal kedatangan Islam ke Indonesia, setiap individu dapat meneliti sendiri berdasarkan informasi tersebut.

0 Komentar