
Bukber merupakan ritual suci selama bulan Ramadhan. Namun, semakin berjalan, acara ini cenderung menjadi momen "tampilan sosial" dan lupa akan esensi sebenarnya.
Sekedar datang, memesan makanan, mengambil beberapa gambar, lalu bercakap-cakap sebentar, dan akhirnya pergi. Hati? Masih kosong. Dompet pun demikian.
Bukber yang semestinya menjadi kesempatan untuk bersilaturahmi berubah menjadi ajang pameran konten dan persaingan tersembunyi.
Jika kalian merasa hal ini tidak relevan, hei beruntunglah! Namun bagi kebanyakan di antara kita, ini adalah fakta hidup yang tak terelakkan.
Oleh karena itu, marilah kita uraikan kesalahan-kesalahan dalam bukber yang membuat acara ini hilang nilai kemanfaatannya.
Bukber atau Perlombaan Mana Yang Lebih Padat? "Hei, sibuk apa nih? ""Di manakah kamu bekerja saat ini?""Wow, sudah memiliki usaha sendiri ya? Luar biasa!"Percakapan dalam bukber kebanyakan hanya melulu basa-basi semacam templat yang membuat mengantuk. Bahkan terkadang bisa menjadi sarana untuk pamer hal-hal tersembunyi.
Beberapa orang asyik menceritakan karier mereka yang terdengar mengagumkan, ada pula yang memamerkan perjalanan wisata keliling negara lain, dan ada juga yang secara tiba-tiba membahas tentang trading saham.
Bukber terlihat lebih seperti acara motivasi rather than sebuah pertemuan antar kawan lama.
Jawabannya? Hentikan pembicaraan dangkal. Ajaklah berbicara tentang topik yang lebih mendalam dan pribadi. Bertanya lah soal-soal yang membuat teman Anda merasa dihargai, tidak hanya sebagai pendengar monolog sukses.
Ponsel Di Sini, Percakapan SirnaInilah kesalahan klasik dalam bukber modern.
Setiap orang hadir dengan tujuan bertemu kawan lamanya, namun setelah duduk di meja, fokus utamanya malah menjadi layar ponsel mereka.
Gulir di media sosial, periksa pemberitahuannya, atau sibukkan diri mencari filter terbaik untuk memotret masakanku. Percakapannya? Hanya sebatas,"Nih, makanannya sudah sampai belom?" Cobainlah membuat suatu aturan:
HP diletakkan di pusat meja. Seseorang yang pertama membuka ponselnya? Orang itu yang akan menutup semua biaya.
Yakinlah, percakapan akan menjadi lebih menarik, dan pada akhirnya kamu akan mengenal keadaan asli temanmu, tidak hanya dari unggahan kisah harian mereka saja.
Tempat Makan Populer, Namun Atmosfernya Tak MenyenangkanBerkumpul untuk buka puasa di restoran yang kece memang sangat menarik.
Namun, apakah artinya jika Anda harus menunggu selama satu jam, memesan makanan dengan porsi lebih kecil daripada harapan, dan berbicara sambil berteriak karena musiknya keras seperti suara hati?
Bukber yang semestinya membuat tenang justru menjadi penyebab stres. Mengapakah tidak mencoba pendekatan yang lebih sederhana?
Berkumpul untuk buka puasa di rumah seorang teman, atau memasak bersama. Dengan cara ini, tidak hanya akan menghemat biaya, tetapi suasana pun menjadi lebih tenang dan pribadi.
Bukber Tanpa Nostalgia Cuma Sembelit sajaBukber adalah kesempatan untuk bersua kembali, namun pembicaraan kerap hanya terbatas pada hal-hal tertentu seperti ...
Hmm, sebelumnya kita melakukan apa saja, ya?
Sebenarnya, nostalgia adalah bahan penyedap utama yang membuat bukber menjadi begitu hangat dan menyenangkan.
Kisah tentang gurunya yang ekstrem, persaingannya untuk mendapatkan pasangan, atau saat-saat aneh selama perjalanan studi wisata (semuanya membuatmu kembali merasakan kedekatan dengan teman-teman lamamu).
Jadi, jangan ragu untuk mengungkit cerita lama. Ketawa saja bersama-sama, meski ceritanya agak memalukan. Sebab kenang-kenangan itu seperti kolak: sangat manis dan membuat rindu.
Swafoto, Makan, Kembali Rumah. Jiwa Masih kosong.Bukber sering menjadi kesempatan untuk membuat konten.
Setelah memesan makanan yang "fotogenik", semua orang sibuk mencari sudut terbaik untuk mengambil gambar. Namun setelah acara berakhir, kau menyadari:
Kecuali fotografi makanan dan swafoto, tidak ada kenangan sebenarnya yang tercatat.
Sekarang ini, cobain dulu utamanya berbicara. Yakinlah, walaupun hidangan selezat apa pun tidak akan terasa istimewa jika kamu melupakan untuk merasakan kemesraan bersama-sama.
Bukber itu Berfokus pada orang-orangnya, bukan pada hiasan atau pernak-perniknya.Bukber yang bernilai tidak harus di restoran berkelas, tidak memerlukan pakaian mewah, dan tidak perlu mengunggah foto keInstagram setiap sepuluh menit.
Bukber yang sesungguhnya adalah tentang tertawanya bersama dengan kawan lama, menceritakan hal-hal aneh yang memalukan namun menggelikan, serta saat-saat berbagi secara ikhlas.
Mari kita membuat bukber kali ini menjadi lebih istimewa daripada tahun-tahun sebelumnya. Jangan sampai momen khusus ini hanya berjalan dengan percakapan dangkal dan membosankan.
Sebab pada akhir Ramadan, apa yang dibutuhkan adalah sebuah hati yang terisi dengan kebaikan, bukannya galeri berpenuh foto selfie dan hidangan.
Editor: Firasat Nikmatullah
0 Komentar