Ariel NOAH Buka Persoalan Gugatan UU Hak Cipta Musisi di MK: Dari Performing Rights hingga Direct Licensing

cimporong.com , Jakarta - Musisi dan penyanyi, Ariel NOAH Ikut menyuarakan masalah kontroversi seputar hak cipta yang sedang hangat dibicarakan. Lewat klip video selama 7 menit 4 detik yang diposting di akun Instagram miliknya pada Minggu, 23 Maret 2025, dia menerangkan situasi yang melatarbelakangi tindakannya bersama 28 seniman lain dalam mengajukan gugatan terhadap UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Ariel dari NOAH Bicarakan Dua Aturan yang Kontradiktif

Di dalam video itu, Ariel menjelaskan bahwa masalah pokok yang mendasari perdebatan tentang hak cipta adalah konflik di antara Pasal 9 ayat (3) dan Pasal 23 ayat (5). UU Hak Cipta Pasal pertama menyatakan bahwa menggunakan karya secara komersial tanpa persetujuan dari pembuatnya merupakan pelanggaran. Di sisi lain, pasal kedua mengizinkan pemanfaatan komersial tanpa perlu mendapatkan persetujuan terlebih dahulu selagi bersedia membayarkan royalti lewat Lembaga Manajemen Kolektif (LMK).

"Kedua hal tersebut tampaknya bertolak belakang," kata Ariel. Meski demikian, dia menjelaskan bahwa para musisi telah menyadari bahwa kedua aspek tersebut sebenarnya saling mendukung demi kelancaran sistem hak ekonomi bagi penulis lagu dan artis penyanyinya. Penyanyi 'Separuh Aku' itu pun mengamati bahwa hingga saat ini, artis yang membawakan lagu-lagu buatan orang lain di konser cukup membayarkan royalti kepada LMK saja.

Namun, muncul wacana direct licensing , Yaitu persetujuan langsung dari pembuatnya tanpa perantara LMK. Ariel menganggap, ide tersebut muncul karena kekecewaan para penulis lagu atas performa LMK. "Saya menduga," direct licensing Ini terjadi karena kekecewaan dari para pencipta lagu terhadap LMK yang bertanggung jawab untuk mengelola hak ekonomi mereka," katanya.

Menurut dia, laporan yang tidak jujur, prosedur yang sederhana, dan kebingungan dalam sistem menyebabkan penulis lagu berkeinginan untuk mengambil alih pengendalian hak atasan karyanya sendiri. Dia menambahkan bahwa hal tersebut bukanlah masalah bagi para penulis lagu semata, tetapi juga dialami oleh pihak-pihak lain termasuk produsen konser. Begitu tuturnya Ariel.

Perdebatan tentang Direct Licensing

Ariel tak menampik bahwa direct licensing Adalah hak pemilik asli dari sebuah lagu. Akan tetapi, mereka menggarisbawahi adanya berbagai ketentuan dalam sistem tersebut. "Namun demikian hal itu bukanlah sesuatu yang biasa terjadi bagi sebagian besar perusahaan di bidang musik di Indonesia," ungkapnya. Sampai saat ini, rincian operasional masih samar-samar: betapa efektifnya metode tersebut dalam penggunaan nyata, cara membagikan labanya, serta proses implementasi pajak atas royalti yang telah dikelola oleh LMK.

Masalah tambahan timbul untuk artis asli — mereka yang awalnya membawa lagu tersebut ke publik. Sebagaimana disampaikan oleh Ariel, bila persetujuan hanya diajukan selepas lagu itu terkenal, pembicaraan tentang tarif bisa condong menguntungkan pihak satu saja. "Lebih bagus lagi jika hal ini dilakukan ketika", direct licensing "Sudah ditentukan sejak awal kesepakatan antara penyanyi dan penulis lirik, bukan dengan cara yang mendadak saat lagu tersebut telah menjadi terkenal," jelasnya.

Dalam sistem yang sedang berlangsung, pemberian royalti untuk para pengarang lagu oleh penyelenggaran konser dilakukan melalui Lembaga Manajemen Kolektif (LMK). Akan tetapi, kompleksitas masalah bertambah dengan adanya ide supaya artis penampillah yang secara langsung membayar royalti kepada kreator lagunya dan bukannya lewat penyelenggara acara tersebut. "Padahal hal itu pun telah disebutkan dalam UU Hak Cipta, meskipun beberapa orang merasa aturan tersebut kurang jelas tentang pembayaran," ungkap Ariel.

Harapan dari Ariel: Negara Wajib Hadir

Ariel dari NOAH menyatakan bahwa para seniman tidak memiliki wewenang untuk mengesahkan regulasi. Oleh karena itu, dia mendoakan agar pemerintah cepat merilis petunjuk resmi, termasuk melalui partisipasi orang-orangan dalam bisnis entertainmen. "Menurut pendapatku, mereka yang membentuk aturan lah yang harus membeberkan cara kerjanya," ungkap artis ini yang lahir pada tahun 1981 tersebut.

UUD (Undang-undang hak cipta) memang akan segera diubah. Akan tetapi, Ariel mendorong agar selama periode peralihan tersebut, pemerintah juga berperan aktif untuk memberikan pengawasan sementara. "Jangan sampai para pemain industri musik tanah air merasa kebingungan, khawatir, atau malahan dirugikan hanya karena ingin bernyanyi dengan lagu-lagu buatan," tegasnya.

Selanjutnya, Ariel menyatakan dirinya belum merasa siap untuk menerapkan direct licensing Secara personal, "Masih diperlukan LMK bagi saya untuk memperoleh atau menjaga hak-hak saya, pastinya LMK yang terpercaya dan dapat diandalkan," jelasnya. Menurut Ariel, hak cipta tidak hanya berkaitan dengan aspek finansial, tetapi juga tentang kemudahan akses.

Di tengah kontroversi tersebut, dia berharap karyanya tetap dapat dibawakan oleh siapa pun. "Sebagai seorang penulis lagu, tujuan utama saya adalah agar orang lain mudah membawakannya. Ini selaras dengan motivasi pertamaku dalam membuat lagu, yakni untuk menghibur setiap individu yang menemukan kegembiraan melalui musiku," jelasnya.

Musisi-Musisi Melapor Ke Mahkamah Konstitusi

Ariel dari NOAH tidak sendirian dalam menyuarakan keprihatinannya ini. Dia adalah bagian dari grup 29 artis yang mengajukan gugatan terhadap Undang-Undang Hak Cipta di Mahkamah Konstitusi. Pengaduan uji materi tersebut diajukan pada tanggal 7 Maret 2025 dengan nomor kasus 33/PUU/PAN.MK/AP3/03/2025. Para seniman itu fokus pada keraguan hukum seputar izin untuk memutar lagu, prosedur royalti, serta sanksi pidana bagi penyanyi yang membawakan lagu-lagu hasil ciptaan pihak lain.

Daftar artis yang turut mengajukan gugatan termasuk Armand Maulana, Vina Panduwinata, Titi DJ, Rossa, Raisa, Judika, sampai dengan Ruth Sahanaya. Sebagian besar para seniman ini merupakan anggota Asosiasi Suara Indonesia (VIBRASI). Mereka merasa beberapa butir di Undang-Undang Hak Cipta menciptakan keraguan soal proses pengambilan lisensi, sistem royalti, dan sanksi pidana. Kepada hakim mereka meminta penjelasan lebih lanjut tentang bagaimana cara mendapatkan izin: apakah mesti langsung dari pembuat lagu atau sudah cukup lewat Layanan Managemen Musik (LMK). Selain itu, mereka juga khawatir akan adanya pertentangan kepentingan saat memberikan persetujuan, karena hal tersebut dapat dipengaruhi oleh subyektifitas sang kreator.

INSTAGRAM | MAHKAMAH KONSTITUSI

0 Komentar